Friday, January 11, 2013

Hidup MEMANG Penuh dengan Pilihan

Ada fenomena menarik ketika saya memasang status di fb saya : empat juta orang di Indonesia memiliki pendapatan antara 240juta hingga 500 juta, bagaimana dengan Anda??

 

Saya mendapatkan data-data tersebut dari Pak

Roni Yuzirman, pendiri TDA (tapi maaf, saya lupa : apakah melalui FB, blog atau twitter beliau)

 

Beberapa comments pun mengalir dan melihatnya dari berabagai sudut pandang. Ada yang bilang : wah….masih jauh dari mimpi…., ada yang bilang: Alhamdulillah, potensi zakatnya besar, dan lain-lain.

 

Saya tidak ingin menghakimi pendapat teman-teman saya…..seperti yang saya bilang: Hidup memang penuh dengan pilihan.

 

Adalah pilihan teman saya untuk berpendapat bahwa penghasilan 240juta sampai 500juta sebulan adalah sesuatu yang jauh dari mimpi. Itu adalah pilihan …… dan saya harus menghormatinya.

 

Bagaimana dengan pilihan saya ? Apa yg pertama kali saya lakukan ketika membaca data bahwa empat juta orang Indonesia memiliki penghasilan antara 240juta hingga 500juta sebulan??

 

Ini beneran ya….bukan sekedar saya ingin ngomporin atau hanya sekedar ingin kelihatan keren….

 

Saya ambil kalkulator, saya hitung Rp. 240.000.000,- : Rp. 7.500.000,-…. Muncullah angka 32 sebagai hasil dari perhitungan saya.

 

Kemudian saya mencoba lagi :

500.000.0000,- : 7.500.000,-….muncul angka 66.66.

 

Kenapa??? Apa sebenarnya yang saya hitung ??

 

Yang saya hitung adalah : berapa unit usaha yang harus saya miliki, jika saya ingin memiliki penghasilan 240 - 500 juta sebulan, jika setiap unit usaha itu rata-rata menghasilkan keuntungan bersih 7,5juta sebulan…

 

Ternyata gampang ya punya penghasilan 240-500 juta sebulan…?? Mungkin ada yang bilang : ngga segampang itu kaleee….atau mungkin juga ada yang bilang : 35 unit bisnis?? Apa ngga sussah tuh ngejalaninnya?? Gimana caranya??? Ngurus satu bisnis unit aja belum tentu lancarrr

 

Justru itulah yang saya maksud : hidup MEMANG penuh dengan pilihan….

 

Bagi sebagian teman saya, memiliki penghasilan 240 – 500 juta sebulan adalah sesuatu yang jaaauuuuuuh….. Jangankan dari kenyataan, dari mimpi pun jauuuuhhh…. Menurut saya ini wajar….karena mungin teman saya ini berfikir bahwa penghasilan sekian itu didapat dari GAJI perbulan…. Ya jelaslah klo mau nyari pekerjaan dengan GAJI 240-500 juta sebulan pasti sulit, apalagi dengan latar belakang yang 'kurang tepat'….  Jelas, kalau menginginkan penghasilan 240 – 500 juta sebulan dengan kendaraan sebagai 'karyawan' akan kelihatan jauuuh….bahkan dari mimpi sekalipun.

 

Hanya saja, saya memilih untuk menganggap bahwa sangat MUNGKIN saya memiliki penghasilan 240juta sebulan….dan saya tahu jalannya.

 

Salam Hangat !

Rian Seriritta


Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Sunday, June 13, 2010

My Transforming Path : Penikmat - Pengamat - Pembuat

Walopun kakek saya adalah seorang pengusaha sukses, namun ayah saya adalah seorang pegawai. Saya ngga tau, apakah kakek saya dulu, mengajarkan kepada anak-anaknya untuk sekolah tinggi dan menjadi pegawai. Yang jelas, sebagian besar (95%) anak-anak kakek saya menjadi pegawai.

Hal ini nampaknya berlanjut sampai ke generasi saya.... Saya dan kakak-kakak serta adik saya diajarkan untuk sekolah dan menjadi pegawai, dan bukan pengusaha.

Saya sendiri tidak habis pikir, mengapa jiwa wirausaha justru tidak ditekankan dalam kehidupan sehari-hari kami. Padahal telah terbukti dalam keluarga kami, dengan menjadi wirausaha, kehidupan akan lebih baik.

Namun demikian, saya cukup beruntung memiliki berbagai akses informasi. Dari berbagai informasi itulah saya sedikit dibangunkan dari tidur panjang saya...saya sedikit banyak diguncang dari jebakan complacency yg selama ini meninabobokkan saya. Seiring dengan banyaknya informasi yg saya peroleh, semakin tumbuh kesadaran dalam diri saya untuk meneruskan bakat yang mengalir dalam darah saya: bakat pengusaha.

Saya memang belum tahu mau mulai dengan bisnis apa...sayapun belum memiliki blue print dan road map yang akan saya lalui untuk menuju apa yang saya cita-citakan. Akan tetapi, sekali lagi, berkat berbagai informasi yang saya serap...tanpa saya sadari, saya paling tidak sudah mulai mengalami transformasi yang positif.

Ya..saya pun tidak menyadari akan hal ini. Saya baru menyadari setelah salah seorang sahabat saya waktu kuliah dulu datang ke rumah. Sebenarnya dia datang untuk memberikan kabar gembira bahwa dia akan segera menikah. Namun selain menyampaikan kabart tersebut, sebagaimana layaknya dua orang sahabat yg lama tak bertemu, kami terlibat diskusi-diskusi kecil.... Diantaranya mengenai bisnis. Waktu itu saya sampaikan beberapa ide bisnis yg saya miliki yg insprasinya saya dapat dari pengamatan saya selama ini di berbagai daerah maupun negara yg pernah saya kunjungi. Memang cukup banyak ide bisnis saya yg terinspirasi mulai dari sop ayam Pak Min sampai MTR di Hongkong. Teman saya sempat berkomentar : sampeyan sekarang sudah mulai jeli melihat peluang bisnis...tinggal eksekusi saja....

Ya...mungkin saya sedang mengalami transformasi itu....sedang berproses. Dulu saya sebatas penikmat....tanpa menjadi pengamat...apalagi pembuat. Dulu, kalo saya mampir ke warung makan - sop ayam Pak Min misalnya - saya hanya akan sebatas menjadi penikmat sop itu sendiri, tanpa ada niatan untuk mengamati, peluang atau paling tidak inspirasi bisnis apa yg bisa saya dapat dari warung sop Pak Min itu. Begitu juga ketika saya dulu mondar-mandir naik MTR di Hongkong maupun negara-negara lain.....dulu saya hanya akan menjadi penumpang - alias penikmat - dari MTR tsb. Paling-paling yg ada di otak saya adalah : wah....lampunya indah, iklannya bagus-bagus, dll. Tapi skarang mungkin sudah berbeda....saya akan selalu bertanya : bagaimana sistem bisnisnya....peluang-peluang bisnis apa yg bisa diambil...model-model bisnis apa yang bisa dicontoh dan dikembangkan.

Seiring proses Amati-Tiru-Modifikasi, proses transformasi saya semakin jelas. Hanya saja, saat ini saya baru sampai pada tahap Pengamat....belum pada Pembuat yang siap mengeksekusi ide-idenya.

Saya sadar, sebagaimana pepatah Cina kuno : jarak ribuan li pasti akan diawali dengan satu langkah kecil pertama. Beberapa ide saya memang sangat simple. Tapi beberapa ide saya yg lain - atau bisa disebut juga sebagai mimpi saya - sangat besar, setidaknya bagi saya.

Do'ain ya...agar langkah-langkah kecil saya, dapat mengantarkan saya menempuh ribuan li tersebut.

Salam FUNtastic...
Rian Seriritta

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Thursday, October 01, 2009

Budaya Konsumtif : Positif or Negatif ?

Sudah sering kita mendapat nasehat dari orang tua atau dari siapapun agar kita berhemat dan tidak bersikap konsumtif dengan berbagai sebab dan contoh. Bahkan pemerintahpun sering menganjurkan warganya untuk bersikap hemat dan tidak konsumtif.

Tapi saya kok punya pendapat laen ya? Bagi saya, kalo anda bersikap konsumtif, itu adalah sesuatu yang positif. Bagi saya, ketika anda bersikap konsumtif, berarti Anda telah membagikan sebagian nafkah Anda kepada mereka yang membutuhkan, Anda adalah penolong bagi para pemilik usaha, Anda adalah penolong bagi karyawan ditempat dimana Anda membelanjakan uang Anda, Anda tidak egois dan mau berbagi rejeki dengan orang lain, melalui tangan-tangan perantara seperti Anda, Allah mendistribusikan rejeki kepada mereka yang membutuhkan.

Saat ini, dunia wirausaha sedang menggeliat. Tren menjadi karyawan atau PNS sudah berlalu. Berbagai jenis usaha sedang menjamur, baik yang bersifat konvensional hingga yang bersifat high-tech dan atau bersifat kreatif baik dari segi produk maupun konsep. Buku-buku dan majalah-majalah tentang enterpreneurship dan 'how-to' mulai dari soal jenis usaha, bagaimana memulainya hingga bagaimana strategi permodalannya dan managementnya, bertebaran dimana-mana dan sangat mudah kita dapatkan. Pokoknya, klo mau jadi wirausahawan di era sekarang ini, segala macam petunjuk dan informasi seluk beluk tentang hal tersebut sangat mudah untuk didapatkan.

Tapi.......coba bayangkan jika semua orang membuka usaha baru dan semua orang: dengan ego dan alasan masing-masing, tidak membelanjakan uangnya..... Persaingan antar pengusaha saja sudah sangat berat, tapi akan lebih berat jika pelaku usaha dihadapkan pada persoalan : mereka yang punya uang, tidak mau membelanjakan uangnya. Jika mereka yg punya uang tidak mau membelanjakan uangnya, maka uang hanya akan berkumpul di beberapa orang saja dan hal ini akan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi. Ini akan mematikan usaha-usaha baru yang bermunculan sekarang ini. Dan usaha-usaha baru tersebut, jika tidak mendapatkan pemasukan yang cukup, pasti akan bangkrut dan terpaksa mem-PHK karyawannya......

Satu contoh yang pasti dan sudah saya amati beberapa kali kalo saya pergi ke Hong Kong. Di Hong Kong, hampir tidak ada resto yang sepi pengunjung..... Ya.......bahkan di beberapa resto, Anda harus antri di pinggir jalan selama 1-2 jam utk mendapatkan tempat duduk. Mengapa semua resto penuh?? Karena di Hong Kong hampir semua penduduknya kalau makan siang atau malam bahkan makan pagi dilakukan di resto. Mereka sangat jarang masak sendiri di rumah kecuali ada alasan tertentu. Padahal, di Hong Kong sama juga dengan di Indo, makan dari masak sendiri lebih hemat dibanding beli makanan diluar. Memang sey, ada alasan lain kenapa orang Hong Kong lebih suka makan diluar, tapi coba lihat dampak dari kebiasaan makan diluar itu, jarang sekali ada resto -baik yg bersifat fine-dining hingga street stall- yang sepi. Semuanya ramai penuh pengunjung.

So....jangan ragu utk bersikap konsumtif, selama itu dalam batas kemampuan, Anda telah membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan menurunkan angka pengangguran.

Wassalam,
Rian Seriritta
Posted onboard train from Jogja to Madiun

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Thursday, January 01, 2009

Mumpung Masih Hangat : Soal Resolusi

Saya tertarik dengan tulisan Pak Roni tentang resolusi. Bukannya nggak setuju, tapi mungkin sama dengan urusan bisnis yang juga pernah diulas oleh salah seorang member TDA, Pak Ryad, yang juga di review oleh Pak Rony : bahwa setiap orang punya cara dan gaya masing-masing untuk mencapai kesuksesan bisnis: ada yang dengan diversifikasi dan ada pula dengan cara fokus.

Menurut saya, resolusi sangat dibutuhkan. Karena resolusi ibarat target, ibarat suatu titik yang akan kita tuju dalam perjalanan kita. Ada banyak keuntungan dari memiliki resolusi atau target, salah satunya adalah resolusi atau target akan membuat perjalanan kita terarah......memiliki tujuan, bukan sekedar pengembaraan yang tiada akhir. Ini penting....nggak percaya ?? Coba deh....ambil kunci mobil Anda dan jalankan mobil Anda. Sebagus apapun mobil Anda, semerdu apapun lagu yang mengiringi perjalanan mobil Anda, seberapa banyakpun inspirasi-inspirasi yang bisa Anda dapatkan dijalan, semua tidak akan ada artinya..... Anda akan kembali ke rumah dengan hasil nihil. Betul-betul nihil tanpa hasil....selain bahan bakar yang terbuang percuma tanpa memberikan manfaat sedikitpun. Lain halnya jika perjalanan Anda memiliki target atau tujuan yang spesifik : Anda ingin pergi ke salon mobil untuk mempercantik mobil Anda, Anda ingin pergi ke supermarket untuk membeli kebutuhan pokok, atau sekedar mencari inspirasi. Perjalanan Anda akan membuahkan hasil tertentu dengan adanya tujuan atau target, karena Anda berusaha untuk mendapatkan tujuan atau target Anda tersebut.

Masalah memang timbul ketika resolusi sekedar menjadi rutinitas hasil perenungan akhir tahun kita. Apalagi jika resolusi tidak tercapai....wadhuh.....kayaknya dengan atau tanpa resolusi, hidup begini-begini aja tuh....

Maaf...menurut saya bukan resolusi kita atau keputusan kita untuk membuat resolusi yang salah, melainkan sikap kita terhadap resolusi kita itulah yang salah. Ada beberapa sikap penting yang harus kita ambil terhadap resolusi kita :

1. Take Action...!!!
Ya....kata-kata ini memang ajaib...... tapi kita memang membutuhkannya. Percuma kita membuat resolusi atau target tanpa take action untuk membuat resolusi atau target tersebut tercapai. Dalam hal rezeki misalnya : memang betul rezeki tiap orang sudah ada yang mengatur, memang betul cicak walaupun nggak bisa terbang tetap bisa kenyang makan nyamuk yang jago terbang.....tapi....hey, cicak pun masih perlu diam-diam merayap dan HAPPP...!!! Kalo si cicak tidak melakukan apapun, tanpa diam-diam merayap dan menyergap mangsanya....mana bisa makan nyamuk yang doyan terbang??

2. Tentukan check-point..!! Kesalahan yang umum terjadi kepada kita adalah kita hanya membuat resolusi saja tanpa menentukan check-point - check-point yang harus kita lalui. Ini juga terjadi pada saya......resolusi yang sudah saya tetapkan di awal tahun menjadi sia-sia, karena biasanya resolusi yang saya buat di akhir Desember sudah saya lupakan di bulan Febuari.....terlena oleh berbagai kesibukan. Dan ketika bulan demi bulan berlalu, tiba-tiba kita sudah menginjak bulan November....... dan kalo sudah begini, mana mungkin target 1 tahun dikejar hanya dalam waktu 2 bulan???
Resolusi kita adalah target/tujuan kita...... Untuk mencapainya, tentu perlu proses.....perlu melewati titik-titik tertentu. Ibarat kalo kita melakukan perjalan darat dari Jogja ke Jakarta, sebelumnya harus kita tentukan kita mau lewat mana??? Tentu banyak jalan menuju ke Jakarta, tetapi biasanya kita ingin melalui jalan yang paling cepat dan biasanya kita sudah bisa meramalkan...jam berapa kita harusnya sudah sampai di kota mana?? Sehingga kalo misalnya seharusnya jam 5 sore kita sudah harus sampai di tol Cipularang sementara kita baru nyampe Garut.....berarti ada yang salah dengan perjalanan kita, dan harus kita tentukan apa tindakan kita selanjutnya untuk mengejar keterlambatan tersebut. Tujuannya tentu agar kita tidak tersesat ataupun terlambat sampai di Jakarta.

Sebetulnya kita sudah cukup akrab dengan check-point ini. Dalam bisnis misalnya, tentu setiap institusi bisnis telah menentukan target penjualan selama setahun. Untuk memastikan bahwa target penjualan setahun tersebut tercapai, tentunya perusahaan akan selalu memonitor penjualan Daily, Weekly, Monthly, Quarterly (setiap 3 bulan), Semester dan Annualy. Inilah check-point - check-point bagi institusi bisnis. Tujuannya jelas, apabila target hari itu tidak tercapai, mereka akan berusaha menutup kekurangan target tersebut di hari berikutnya, tujuannya agar target mingguan mereka tercapai. Bila target minggu ini tidak tercapai, mereka akan berusaha keras agar kekurangan target minggu ini, dapat tertutup di minggu berikutnya....dan begitu selanjutnya, sehingga target tahunan akan lebih mudah tercapai.

Ini tentu sama dengan resolusi kita. Jika resolusi kita soal kesehatan adalah kita ingin menjalani pola hidup sehat, maka segeralah tentutkan check-point kita, misalnya : 31 Januari - Anda sudah terdaftar di salah satu gym terbaik yang membuat Anda betah berlama-lama di gym, mengurangi konsumsi makanan berlemak 10% dari yang biasanya Anda konsumsi, konsumsi rokok turun dari yang tadinya 1 bungkus per hari menjadi 1/2 bungkus perhari. Saya yakin, dengan cara seperti ini, apapun resolusi kita, pasti dapat tercapai.

So....mari kita buat resolusi dan tentukan check-pointnya.....selanjutnya jangan lupa : TAKE ACTION...!!!

Wassalam,
Rian

Thursday, February 28, 2008

KEKUATAN DO'A


Saya yakin, sebetulnya semua orang sudah tau tentang kekuatan do’a. Ngga perlu diajarin pasti deh udah pada tau semua. Cuma, saya ingin share pengalaman aja tentang ini, tentang do’a, tentang kuasa Sang Khalik, tentang the invisible and invincible hands n power. Karena saya yakin topik ini bagus sebagai pembuka di blog saya…

Ceritanya begini :

Waktu itu, saya tidak lagi bisa disebut sebagai seorang tour leader dan tour operator pemula walaupun juga sangat tidak bisa dibilang master. Kemampuan saya jualan incentive tour ke China bagian selatan -meliputi Hong Kong, Shenzhen, Guangzhou, Zhuhai, Macau dan Shanghai -mulai dari pemilihan supplier yang akan menjadi partner, negosiasi biaya dengan supllier, penghitungan biaya tour (penghitungan ini tidak hanya major costs yang besar, tapi sampai ke pernik-pernik biaya seperti tip guide, tip porter, dll), menentukan margin dan harga jual, membuat bidding document yang kompetitif, hingga pelaksanaan pada hari Hnya- bisa dibilang cukup bagus. Walaupun di kota saya, Jogja, masih ada beberapa orang tour operator yang mempunyai kemampuan dan knowledge lebih dalam dari saya tentang kota-kota tersebut, tapi bisa dibilang kemampuan dan knowledge saya masih diatas rata-rata.

( Catatan : incentive tour adalah tour yang sengaja dibuat untuk keperluan suatu atau beberapa institusi, bisa bertujuan untuk memberikan apresiasi atas prestasi peserta tour, bisa bertujuan memberikan wawasan kepada peserta tour, bisa juga untuk tujuan lain)

Nah….pada saat itu, ada permintaan untuk incentive tour ke kota-kota tersebut. Segera saja saya siapkan semuanya : saya kontak supplier-supplier saya seperti airline, local agent dan lain-lain. Pelanggan yang minta dibuatkan incentive tour ini memberikan waktu yang cukup bagi beberapa travel agent di Jogja untuk memberikan penawaran terbaiknya.

Tibalah waktunya bagi travel agent peserta bidding untuk mempresentasikan bidding document masing-masing. Presentasi dilakukan di depan seluruh calon peserta tour secara bergantian di ruang tertutup. Pada saat menunggu seluruh calon peserta tour berkumpul, saya dan peserta bidding yang lain disuruh menunggu di ruang tunggu.

Perang psikologispun dimulai. Biasalah….ada yang menyampaikan ‘pesan tersembunyi’ di balik pertanyaan, ada yang menyampaikan ‘pesan tersembunyi’ di balik pernyataan verbal maupun non-verbal dan lain-lain….

Saya sering geli kalo ketemu situasi seperti ini. Ada saja kreatifitas orang untuk mencoba menaklukkan pesaingnya lewat psycho-war semacam ini. Dan jujur, saya pun salut pada kreatifitas dan semangat juang mereka yang tinggi. Lalu, kenapa saya tidak melakukan hal yang sama?? Melemahkan pesaing lewat psycho-war??

Bukannya saya tidak melakukan. Hanya saja dalam phsyco-war saya lebih suka reactive-offends daripada melakukan active-offends. Saya memilih cara ini karena saya yakin terhadap produk yang saya jual. Saya memilih cara ini karena yakin dengan kemampuan saya. Saya lebih yakin menempuh cara ini karena kebetulan saya bekerja untuk sebuah travel agent yang telah memiliki reputasi yang baik selama lebih dari 40 tahun di dunia jasa perjalanan dan didukung oleh partner-partenr dan supplier yang terbaik dibidang masing-masing. Apalagi yang perlu saya khawatirkan???

Dan memang, waktu itu, di ruang tunggu itu, perusahaan tempat saya bekerjalah yang paling menjadi target psycho-war. Maklum saja karena memang perusahaan saya di Jogja dikenal sebagai master-nya tour outbound, tour ke luar negeri. Salah satu contoh dari psycho-war attack ke saya adalah saat saya berdiri mau ke toilet. Salah satu peserta tender nanya,’Mau kemana Mas Rian?” Saya jawab,”He2x pengen pipis Mas”. Si penanya menyahut,”Oh…mo ke toilet Mas? Toilet di lantai 1, turun tangga belok kanan, terus ikutin lorong, nah diujung lorong sebelah kiri ada toilet Mas.”. ”Terima kasih Mas, tapi saya males pake toilet yang sana, kotor, udah gitu pake naik turun tangga lagi. Saya pake toilet Pak Bos aja, cuma disitu kok”, jawab saya sambil menunjuk ke arah samping ruang Big Bos di institusi tersebut.

Saya tahu, dengan memberi tahu saya lokasi toilet, padahal saya tidak menanyakan hal itu, dia bermaksud menyampaikan pesan tersembunyi bahwa dia sudah sering ke kantor ini, dia sudah akrab dengan situasi kantor ini dan ia ingin menyampaikan pesan bahwa secara logika, kalo dia sudah akrab dengan kantor ini berarti dia kenal dengan beberapa atau banyak orang di kantor ini. Tapi, hey….lihat serangan balik saya….lebih telak dan menohok kan?? He2x…..That’s why I love reactive offends…….saya senang dengan serangan balik. Dengan jawaban saya seperti diatas, saya tidak hanya menyampaikan pesan bahwa saya JUGA mengenal lingkungan kantor ini, tapi bahkan saya memberikan pesan bahwa kalo Rian berani menggunakan fasilitas yang disediakan untuk Big Bos, berarti……..Rian juga kenal dengan Si Big Bos. Padahal…..he3x…. saya tidak benar-benar kenal dengan Si Big Bos…..saya memang mengenalnya, tapi beliau pada saat itu tidak mengenal saya. Saya hanya secara tidak sengaja pernah saat mengunjungi kantor tersebut untuk bertemu dengan orang lain, tahu dimana ruang si Big Bos dan tahu disamping ruang Big Bos ada toilet yang memang sengaja disiapkan untuk si Big Bos. He3x…..

Tahap psycho-war ternyata belum lah apa-apa….. Tahap selanjutnya adalah presentasi. Dalam tahap presentasi, seperti biasa langsung terjadi proses tawar menawar. Namun, tawar menawar tidak hanya berhenti sampai disini saja, sampai seluruh peserta bidding melakukan presentasi.

Tidak…..tidak hanya sampai disitu.

Setelah seluruh peserta bidding selesai melakukan presentasi, peserta bidding diminta pulang. Demikian juga para calon peserta tour, semua diminta pulang. Hanya sebagian calon peserta yang merupakan Panitia kecil yang berkumpul dan sepertinya akan membahas hasil presentasi.

Kebetulan, setelah presentasi, saya harus melakukan perjalanan dinas ke Semarang sehubungan dengan tugas dari kantor. Selama perjalanan dari Jogja ke Semarang inilah, handphone saya berbunyi tanpa henti. Proses tawar menawar terus berlanjut. Padahal saat itu saya meninggalkan Jogja pukul 16:30 dan tiba di Semarang pukul 20:15.

Saat itu, tender ini memiliki arti penting bagi karir saya. Kebetulan posisi saya di kantor agak kurang nyaman. Mungkin jika posisi saya di kantor sedang nyaman, kalah atau menang dalam tender ini tidak begitu penting. Saya betul-betul merasa diujung tanduk, karena saya tahu pasti pesaing-pesaing tender ini berasal dari travel agent-travel agent yang relatif nekat. Nekat dalam artian, rugi dikit tidak jadi soal asal bisa menang lawan travel agent saya. Dan proses tawar menawar sudah mulai mengarah ke harga yang tidak masuk di akal, harga jual rugi. Padahal dalam perusahaan saya yang sudah ter-manage dengan baik, tidak ada istilah jual rugi.

Setibanya di Semarang, saya langsung buka kembali hitungan saya. Saya teliti sekali lagi. Kali ini saya menelitinya sambil berharap ada kesalahan posting biaya yang ketinggian, sehingga jika saya koreksi bisa menurunkan harga jual. Saya meneliti hingga 3 kali. Namun ‘kesalahan’ yang saya harapkan, tidak saya temui. Akhirnya saya potong sedikit margin, sehingga harga jual pun sedikit turun. Saya tahu, ini tidak membantu, karena berdasar informasi terakhir, harga jual saya jika dipotong dengan profit pun, harga jual saya per orang masih USD35 lebih tinggi dari harga kompetitor. Tapi saya tidak mungkin tidak menurunkan harga. Harga jual baru tersebut segera saya informasikan kepada Panitia. Pada saat saya menyampaikan harga tersebut, Si Panitia bilang, “Wah….Mas, hargamu masih tinggi lho…..turunin lagi, kalo segini pasti kalah Mas.”

Saya pasrah waktu itu. Saya sudah tak punya pilihan lagi, sepertinya memang harus kalah. Walaupun tender ini begitu penting buat saya, namun semua kemampuan yang saya miliki tidak berarti dan tidak banyak membantu. Pengetahuan dan kemampuan saya tentang Hong Kong, Guangzhou dan Shanghai yang menjadi lokasi tujuan kunjungan group ini tidak ada artinya. Ya….saya yakin, waktu itu jika hanya mengandalkan kemampuan dan potensi saya, saya pasti kalah.....

Tiba-tiba saya ingat akan sebuah cerita yang pernah saya baca di salah satu majalah anak-anak muslim waktu saya masih kecil. Saya memang tidak ingat secara persis ceritanya, namun kurang lebih intinya ada 3 orang yang saat itu karena sesuatu hal terjebak didalam gua. Gua tersebut tertutup batu besar dan satu-satunya jalan bagi mereka untuk keluar adalah dengan menggeser batu besar tersebut. Hal itu tentunya tidaklah mudah, bahkan bisa dibilang nyaris tidak mungkin, karena selain batunya begitu besar, didalam gua tidak terdapat alat yang memadai untuk menggeser batu itu. Namun mereka percaya, Allah SWT akan membantu jika mereka berdo’a dengan sungguh-sungguh sambil mengingat amal baik yang pernah dilakukan. Maka, satu persatu dari mereka menyebutkan amal baik yang pernah mereka lakukan dan dilanjutkan dengan berdo’a. Hal ini mereka lakukan secara bergantian. Setiap kali setelah salah seorang dari mereka menyebutkan amal baik yang pernah dilakukan dan dilanjutkan dengan berdo’a, mereka bertiga menggeser batu tersebut. Dan batu itu pun tergeser sedikit demi sedikit. Karena kesungguhan dan amal baik mereka, Allah pun menunjukkan kuasaNya, kebesaranNya. Akhirnya mereka bertiga berhasil keluar dari gua tersebut.

Saya pun segera menelpon Ibu saya, saya menceritakan kesulitan yang saya alami dan memohon agar Ibu mau mendo’akan saya. Alhamdulillah, saya mendapat restu dari Ibu saya. Saya meminta do’a kepada Ibu karena saya yakin, do’a Ibu –orang yang jasanya sangat besar kepada kita – akan sangat didengar olehNya.

Saya memang bukan orang yang sangat baik. Tapi saya pun pernah menolong orang. Kebetulan, saya mengenal seorang wanita yang hidupnya kurang mampu. Selain hidup dalam keadaan serba kekurangan, sudah beberapa tahun ini beliau (sebut saja A) sakit yang mengakibatkan beliau tidak dapat beranjak dari tempat tidurnya. Saya memang tidak secara teratur membantu A, namun setiap kali saya menerima rejeki yang berlebih, saya selalu berusaha untuk menyisihkan rejeki tersebut untuk A.

Teringat akan hal ini, saya pun menelpon ke hp tetangga A (sebut saja tetangga A ini adalah B) dan minta tolong pada B untuk memperkenankan saya berbicara dengan A melalui handphone B.

“Assalamu ‘alaikum Bu….. Apa kabar??” tanya saya mengawali pembicaraan dengan Ibu A.

“Wa ‘alaikum salam…..eh Mas Rian…….Sae(baik) mas….sae(baik)…..Ada apa mas kok tumben”, sahut si Ibu.

“Inggih puniko Bu…..nuwun sewu lho…..ngganggu istirahat, sampun sare tho?

(Iya nih Bu, maaf lho, ngganggu istirahat, sudah tidur kah?)” tanya saya.


“Dereng mas…..pripun wonten punopo?

(Belum Mas….gimana? Ada apa?)”, sahutnya.

“Anu Bu…….menawi saweg mboten repot, kulo bade ndherek nyuwun tulung

(Anu Bu……..kalo sedang tidak repot, saya mau minta tolong)”, kata saya.

“Lha mbok nggih…….lha ning kulo saget nopo nggih Mas?

Boleh…..tapi apa yang bisa saya lakukan?”, sahutnya.

Saya pun cerita,“Kulo mboten nyuwun dateng Bu A ingkang macem-macem, kulo namung nyuwun pangestunipun……nyuwun dibantu mawi donga. Sakpunika, kulo saweg wonten masalah ingkang ageng, kulo sampun berusaha, ning kadosipun mboten cekap semanten kemawon. Menawi Bu A mboten kawratan, kulo nyuwun donganipun Bu…niku mawon sampun cekap,”

(Saya tidak minta tolong yang macam-macam, saya hanya mau minta restu dan do’a dari Ibu A. Saat ini saya sedang ada masalah yang besar, saya sudah berusaha, tapi sepertinya butuh lebih dari usaha untuk menyelesaikan masalah saya. Kalo Ibu A tidak keberatan, saya minta do’a dari Ibu….hanya do’a, itupun sudah lebih dari cukup.)

Ibu A menjawab,” Ooo nggih Mas…..mugi-mugi Allah maringi dalan ingkang wiyar kagem Mas Rian…..”. (Oh iya Mas…..semoga Allah memberi jalan yang lapang untuk Mas Rian…..)

Saya tidak ingat secara persis do’a yang diwejangkan kepada saya waktu itu. Perasaan emosional saya waktu itu begitu kuat…..saya hanya bisa meng-amini setiap ucapannya dan menangis…..

Ya, tidak terasa air mata saya menetes waktu itu.

Disaat kita merasa tidak berdaya, ada orang yang mau mendo’akan kita dengan sungguh-sungguh, benar-benar menyentuh perasaan saya.

Belakangan saya diberi tahu oleh B, bahwa setelah menutup telpon Bu A melakukan tayamum dan menunaikan sholat sunnah….beliau benar-benar mendo’akan saya.

Keesokan harinya, karena harus berkonsentrasi dengan pekerjaan di Semarang, saya melupakan sejenak soal tender tersebut. Posisinya masih seperti posisi akhir penawaran saya : harga saya masih diatas harga kompetitor.

Akhirnya, sekitar pukul 10:45 saya diinfo oleh bos saya…….ada fax tentang penunjukan perusahaan saya sebagai pemenang tender tersebut.

Alhamdulillah…….saya sudah tidak perduli lagi dengan meeting yang saya ikuti, saya minta ijin keluar dan sujud syukur.

Saya yakin sepenuhnya......keberhasilan ini bukanlah atas kemampuan saya, bukan karena pengetahuan saya. Pengetahuan dan kemampuan saya saja, sudah terbukti tidak cukup untuk memenangkan tender ini.