Thursday, February 28, 2008

KEKUATAN DO'A


Saya yakin, sebetulnya semua orang sudah tau tentang kekuatan do’a. Ngga perlu diajarin pasti deh udah pada tau semua. Cuma, saya ingin share pengalaman aja tentang ini, tentang do’a, tentang kuasa Sang Khalik, tentang the invisible and invincible hands n power. Karena saya yakin topik ini bagus sebagai pembuka di blog saya…

Ceritanya begini :

Waktu itu, saya tidak lagi bisa disebut sebagai seorang tour leader dan tour operator pemula walaupun juga sangat tidak bisa dibilang master. Kemampuan saya jualan incentive tour ke China bagian selatan -meliputi Hong Kong, Shenzhen, Guangzhou, Zhuhai, Macau dan Shanghai -mulai dari pemilihan supplier yang akan menjadi partner, negosiasi biaya dengan supllier, penghitungan biaya tour (penghitungan ini tidak hanya major costs yang besar, tapi sampai ke pernik-pernik biaya seperti tip guide, tip porter, dll), menentukan margin dan harga jual, membuat bidding document yang kompetitif, hingga pelaksanaan pada hari Hnya- bisa dibilang cukup bagus. Walaupun di kota saya, Jogja, masih ada beberapa orang tour operator yang mempunyai kemampuan dan knowledge lebih dalam dari saya tentang kota-kota tersebut, tapi bisa dibilang kemampuan dan knowledge saya masih diatas rata-rata.

( Catatan : incentive tour adalah tour yang sengaja dibuat untuk keperluan suatu atau beberapa institusi, bisa bertujuan untuk memberikan apresiasi atas prestasi peserta tour, bisa bertujuan memberikan wawasan kepada peserta tour, bisa juga untuk tujuan lain)

Nah….pada saat itu, ada permintaan untuk incentive tour ke kota-kota tersebut. Segera saja saya siapkan semuanya : saya kontak supplier-supplier saya seperti airline, local agent dan lain-lain. Pelanggan yang minta dibuatkan incentive tour ini memberikan waktu yang cukup bagi beberapa travel agent di Jogja untuk memberikan penawaran terbaiknya.

Tibalah waktunya bagi travel agent peserta bidding untuk mempresentasikan bidding document masing-masing. Presentasi dilakukan di depan seluruh calon peserta tour secara bergantian di ruang tertutup. Pada saat menunggu seluruh calon peserta tour berkumpul, saya dan peserta bidding yang lain disuruh menunggu di ruang tunggu.

Perang psikologispun dimulai. Biasalah….ada yang menyampaikan ‘pesan tersembunyi’ di balik pertanyaan, ada yang menyampaikan ‘pesan tersembunyi’ di balik pernyataan verbal maupun non-verbal dan lain-lain….

Saya sering geli kalo ketemu situasi seperti ini. Ada saja kreatifitas orang untuk mencoba menaklukkan pesaingnya lewat psycho-war semacam ini. Dan jujur, saya pun salut pada kreatifitas dan semangat juang mereka yang tinggi. Lalu, kenapa saya tidak melakukan hal yang sama?? Melemahkan pesaing lewat psycho-war??

Bukannya saya tidak melakukan. Hanya saja dalam phsyco-war saya lebih suka reactive-offends daripada melakukan active-offends. Saya memilih cara ini karena saya yakin terhadap produk yang saya jual. Saya memilih cara ini karena yakin dengan kemampuan saya. Saya lebih yakin menempuh cara ini karena kebetulan saya bekerja untuk sebuah travel agent yang telah memiliki reputasi yang baik selama lebih dari 40 tahun di dunia jasa perjalanan dan didukung oleh partner-partenr dan supplier yang terbaik dibidang masing-masing. Apalagi yang perlu saya khawatirkan???

Dan memang, waktu itu, di ruang tunggu itu, perusahaan tempat saya bekerjalah yang paling menjadi target psycho-war. Maklum saja karena memang perusahaan saya di Jogja dikenal sebagai master-nya tour outbound, tour ke luar negeri. Salah satu contoh dari psycho-war attack ke saya adalah saat saya berdiri mau ke toilet. Salah satu peserta tender nanya,’Mau kemana Mas Rian?” Saya jawab,”He2x pengen pipis Mas”. Si penanya menyahut,”Oh…mo ke toilet Mas? Toilet di lantai 1, turun tangga belok kanan, terus ikutin lorong, nah diujung lorong sebelah kiri ada toilet Mas.”. ”Terima kasih Mas, tapi saya males pake toilet yang sana, kotor, udah gitu pake naik turun tangga lagi. Saya pake toilet Pak Bos aja, cuma disitu kok”, jawab saya sambil menunjuk ke arah samping ruang Big Bos di institusi tersebut.

Saya tahu, dengan memberi tahu saya lokasi toilet, padahal saya tidak menanyakan hal itu, dia bermaksud menyampaikan pesan tersembunyi bahwa dia sudah sering ke kantor ini, dia sudah akrab dengan situasi kantor ini dan ia ingin menyampaikan pesan bahwa secara logika, kalo dia sudah akrab dengan kantor ini berarti dia kenal dengan beberapa atau banyak orang di kantor ini. Tapi, hey….lihat serangan balik saya….lebih telak dan menohok kan?? He2x…..That’s why I love reactive offends…….saya senang dengan serangan balik. Dengan jawaban saya seperti diatas, saya tidak hanya menyampaikan pesan bahwa saya JUGA mengenal lingkungan kantor ini, tapi bahkan saya memberikan pesan bahwa kalo Rian berani menggunakan fasilitas yang disediakan untuk Big Bos, berarti……..Rian juga kenal dengan Si Big Bos. Padahal…..he3x…. saya tidak benar-benar kenal dengan Si Big Bos…..saya memang mengenalnya, tapi beliau pada saat itu tidak mengenal saya. Saya hanya secara tidak sengaja pernah saat mengunjungi kantor tersebut untuk bertemu dengan orang lain, tahu dimana ruang si Big Bos dan tahu disamping ruang Big Bos ada toilet yang memang sengaja disiapkan untuk si Big Bos. He3x…..

Tahap psycho-war ternyata belum lah apa-apa….. Tahap selanjutnya adalah presentasi. Dalam tahap presentasi, seperti biasa langsung terjadi proses tawar menawar. Namun, tawar menawar tidak hanya berhenti sampai disini saja, sampai seluruh peserta bidding melakukan presentasi.

Tidak…..tidak hanya sampai disitu.

Setelah seluruh peserta bidding selesai melakukan presentasi, peserta bidding diminta pulang. Demikian juga para calon peserta tour, semua diminta pulang. Hanya sebagian calon peserta yang merupakan Panitia kecil yang berkumpul dan sepertinya akan membahas hasil presentasi.

Kebetulan, setelah presentasi, saya harus melakukan perjalanan dinas ke Semarang sehubungan dengan tugas dari kantor. Selama perjalanan dari Jogja ke Semarang inilah, handphone saya berbunyi tanpa henti. Proses tawar menawar terus berlanjut. Padahal saat itu saya meninggalkan Jogja pukul 16:30 dan tiba di Semarang pukul 20:15.

Saat itu, tender ini memiliki arti penting bagi karir saya. Kebetulan posisi saya di kantor agak kurang nyaman. Mungkin jika posisi saya di kantor sedang nyaman, kalah atau menang dalam tender ini tidak begitu penting. Saya betul-betul merasa diujung tanduk, karena saya tahu pasti pesaing-pesaing tender ini berasal dari travel agent-travel agent yang relatif nekat. Nekat dalam artian, rugi dikit tidak jadi soal asal bisa menang lawan travel agent saya. Dan proses tawar menawar sudah mulai mengarah ke harga yang tidak masuk di akal, harga jual rugi. Padahal dalam perusahaan saya yang sudah ter-manage dengan baik, tidak ada istilah jual rugi.

Setibanya di Semarang, saya langsung buka kembali hitungan saya. Saya teliti sekali lagi. Kali ini saya menelitinya sambil berharap ada kesalahan posting biaya yang ketinggian, sehingga jika saya koreksi bisa menurunkan harga jual. Saya meneliti hingga 3 kali. Namun ‘kesalahan’ yang saya harapkan, tidak saya temui. Akhirnya saya potong sedikit margin, sehingga harga jual pun sedikit turun. Saya tahu, ini tidak membantu, karena berdasar informasi terakhir, harga jual saya jika dipotong dengan profit pun, harga jual saya per orang masih USD35 lebih tinggi dari harga kompetitor. Tapi saya tidak mungkin tidak menurunkan harga. Harga jual baru tersebut segera saya informasikan kepada Panitia. Pada saat saya menyampaikan harga tersebut, Si Panitia bilang, “Wah….Mas, hargamu masih tinggi lho…..turunin lagi, kalo segini pasti kalah Mas.”

Saya pasrah waktu itu. Saya sudah tak punya pilihan lagi, sepertinya memang harus kalah. Walaupun tender ini begitu penting buat saya, namun semua kemampuan yang saya miliki tidak berarti dan tidak banyak membantu. Pengetahuan dan kemampuan saya tentang Hong Kong, Guangzhou dan Shanghai yang menjadi lokasi tujuan kunjungan group ini tidak ada artinya. Ya….saya yakin, waktu itu jika hanya mengandalkan kemampuan dan potensi saya, saya pasti kalah.....

Tiba-tiba saya ingat akan sebuah cerita yang pernah saya baca di salah satu majalah anak-anak muslim waktu saya masih kecil. Saya memang tidak ingat secara persis ceritanya, namun kurang lebih intinya ada 3 orang yang saat itu karena sesuatu hal terjebak didalam gua. Gua tersebut tertutup batu besar dan satu-satunya jalan bagi mereka untuk keluar adalah dengan menggeser batu besar tersebut. Hal itu tentunya tidaklah mudah, bahkan bisa dibilang nyaris tidak mungkin, karena selain batunya begitu besar, didalam gua tidak terdapat alat yang memadai untuk menggeser batu itu. Namun mereka percaya, Allah SWT akan membantu jika mereka berdo’a dengan sungguh-sungguh sambil mengingat amal baik yang pernah dilakukan. Maka, satu persatu dari mereka menyebutkan amal baik yang pernah mereka lakukan dan dilanjutkan dengan berdo’a. Hal ini mereka lakukan secara bergantian. Setiap kali setelah salah seorang dari mereka menyebutkan amal baik yang pernah dilakukan dan dilanjutkan dengan berdo’a, mereka bertiga menggeser batu tersebut. Dan batu itu pun tergeser sedikit demi sedikit. Karena kesungguhan dan amal baik mereka, Allah pun menunjukkan kuasaNya, kebesaranNya. Akhirnya mereka bertiga berhasil keluar dari gua tersebut.

Saya pun segera menelpon Ibu saya, saya menceritakan kesulitan yang saya alami dan memohon agar Ibu mau mendo’akan saya. Alhamdulillah, saya mendapat restu dari Ibu saya. Saya meminta do’a kepada Ibu karena saya yakin, do’a Ibu –orang yang jasanya sangat besar kepada kita – akan sangat didengar olehNya.

Saya memang bukan orang yang sangat baik. Tapi saya pun pernah menolong orang. Kebetulan, saya mengenal seorang wanita yang hidupnya kurang mampu. Selain hidup dalam keadaan serba kekurangan, sudah beberapa tahun ini beliau (sebut saja A) sakit yang mengakibatkan beliau tidak dapat beranjak dari tempat tidurnya. Saya memang tidak secara teratur membantu A, namun setiap kali saya menerima rejeki yang berlebih, saya selalu berusaha untuk menyisihkan rejeki tersebut untuk A.

Teringat akan hal ini, saya pun menelpon ke hp tetangga A (sebut saja tetangga A ini adalah B) dan minta tolong pada B untuk memperkenankan saya berbicara dengan A melalui handphone B.

“Assalamu ‘alaikum Bu….. Apa kabar??” tanya saya mengawali pembicaraan dengan Ibu A.

“Wa ‘alaikum salam…..eh Mas Rian…….Sae(baik) mas….sae(baik)…..Ada apa mas kok tumben”, sahut si Ibu.

“Inggih puniko Bu…..nuwun sewu lho…..ngganggu istirahat, sampun sare tho?

(Iya nih Bu, maaf lho, ngganggu istirahat, sudah tidur kah?)” tanya saya.


“Dereng mas…..pripun wonten punopo?

(Belum Mas….gimana? Ada apa?)”, sahutnya.

“Anu Bu…….menawi saweg mboten repot, kulo bade ndherek nyuwun tulung

(Anu Bu……..kalo sedang tidak repot, saya mau minta tolong)”, kata saya.

“Lha mbok nggih…….lha ning kulo saget nopo nggih Mas?

Boleh…..tapi apa yang bisa saya lakukan?”, sahutnya.

Saya pun cerita,“Kulo mboten nyuwun dateng Bu A ingkang macem-macem, kulo namung nyuwun pangestunipun……nyuwun dibantu mawi donga. Sakpunika, kulo saweg wonten masalah ingkang ageng, kulo sampun berusaha, ning kadosipun mboten cekap semanten kemawon. Menawi Bu A mboten kawratan, kulo nyuwun donganipun Bu…niku mawon sampun cekap,”

(Saya tidak minta tolong yang macam-macam, saya hanya mau minta restu dan do’a dari Ibu A. Saat ini saya sedang ada masalah yang besar, saya sudah berusaha, tapi sepertinya butuh lebih dari usaha untuk menyelesaikan masalah saya. Kalo Ibu A tidak keberatan, saya minta do’a dari Ibu….hanya do’a, itupun sudah lebih dari cukup.)

Ibu A menjawab,” Ooo nggih Mas…..mugi-mugi Allah maringi dalan ingkang wiyar kagem Mas Rian…..”. (Oh iya Mas…..semoga Allah memberi jalan yang lapang untuk Mas Rian…..)

Saya tidak ingat secara persis do’a yang diwejangkan kepada saya waktu itu. Perasaan emosional saya waktu itu begitu kuat…..saya hanya bisa meng-amini setiap ucapannya dan menangis…..

Ya, tidak terasa air mata saya menetes waktu itu.

Disaat kita merasa tidak berdaya, ada orang yang mau mendo’akan kita dengan sungguh-sungguh, benar-benar menyentuh perasaan saya.

Belakangan saya diberi tahu oleh B, bahwa setelah menutup telpon Bu A melakukan tayamum dan menunaikan sholat sunnah….beliau benar-benar mendo’akan saya.

Keesokan harinya, karena harus berkonsentrasi dengan pekerjaan di Semarang, saya melupakan sejenak soal tender tersebut. Posisinya masih seperti posisi akhir penawaran saya : harga saya masih diatas harga kompetitor.

Akhirnya, sekitar pukul 10:45 saya diinfo oleh bos saya…….ada fax tentang penunjukan perusahaan saya sebagai pemenang tender tersebut.

Alhamdulillah…….saya sudah tidak perduli lagi dengan meeting yang saya ikuti, saya minta ijin keluar dan sujud syukur.

Saya yakin sepenuhnya......keberhasilan ini bukanlah atas kemampuan saya, bukan karena pengetahuan saya. Pengetahuan dan kemampuan saya saja, sudah terbukti tidak cukup untuk memenangkan tender ini.